• Posted by : norma Sabtu, 17 Desember 2016


    Kurasa hampir semua orang pasti pernah merasakan dipijat, apa lagi para
    laki-laki hidung belang seperti sebagian besar pembaca surgadunia.com.
    Kurasa sebagian besar dari mereka pasti punya langganan pemijat di
    panti-panti pijat yang menjamur di mana-mana.

    Itulah enaknya jadi kaum laki-laki, ibaratnya seperti iklan minuman
    ringan, bisa di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Ini berbeda
    sekali dengan kaumku, kalau badan pegal harus susah payah cari mbok
    pemijat yang belum tentu ada di setiap tempat, apa lagi di kota besar
    seperti Surabaya ini.

    Biasanya kalau badanku terasa pegal-pegal, kuminta bantuan adikku untuk
    memijatnya. Kadang kami bergantian saling pijat. Tetapi hari ini rumahku
    sedang kosong. Adikku masih kuliah sedangkan orang tuaku belum pulang dari
    tugas rutinnya mencari nafkah.

    Hari ini aku agak sedikit kurang enak badan. Terasa sekali badanku
    pegal-pegal, namun di rumah sedang tidak ada siapa-siapa. Kucoba bertanya
    kepada tetangga kanan kiri barangkali ada yang tahu kalau-kalau ada
    tetangga sekitar yang bisa memijat. Sebenarnya aku tahu bahwa di ujung
    gang sana ada seorang tukang pijat yang terkenal di sekitar rumahku, tapi
    laki-laki, namanya Pak Mat. Tidak bisa kubayangkan bahwa tubuh molekku ini
    bakal dipijat oleh seorang tukang pijat laki-laki, bisa-bisa yang dipijat
    nanti hanya di daerah-daerah tertentu saja.

    Akhirnya aku dapatkan juga seorang tukang pijat wanita. Namanya Mbak Tun
    yang rumahnya juga tidak begitu jauh dari rumahku. Kucoba untuk mendatangi
    rumah Mbak Tun yang jaraknya hanya sekitar dua ratus meter dari rumahku.
    Kebetulan Mbak Tun ada di rumah dan bersedia datang ke rumah untuk
    memijatku. setelah berganti pakaian dan membawa sedikit perlengkapannya,
    Mbak Tun mengikutiku pulang.

    Mbak Tun usianya masih relatif muda, hanya sedikit lebih tua dariku.
    Perkiraanku Mbak Tun saat ini berusia sekitar 35 tahun. Namun di usianya
    yang relatif masih muda itu Mbak Tun sudah menjanda. Ia hidup bersama
    ibunya, satu-satunya orang tuanya yang masih tersisa.

    Mbak Tun sudah 6 tahun bercerai dengan suaminya yang telah kawin lagi
    dengan wanita lain karena perkawinannya dengan Mbak Tun tidak dikaruniai
    anak. Cerita tentang Mbak Tun ini kuperoleh dari Mbak Tun sendiri saat
    memijat tubuhku. Sambil memijat Mbak Tun bertutur tentang kehidupannya
    padaku.

    Walau tinggal di Surabaya, Mbak Tun tetap seperti layaknya orang udik,
    pengalamannya masih sedikit sekali soal dunia modern, namun untuk urusan
    sex sepertinya Mbak Tun punya cerita tersendiri. Semuanya akan kukisahkan
    pada ceritaku kali ini.

    Sesampai di rumahku, Mbak Tun kuajak langsung masuk ke kamarku yang sejuk
    ber-AC. Suhu udara di luar sana bukan main panasnya, beberapa bulan
    terakhir ini kota Surabaya memang sedang dilanda cuaca panas yang luar
    biasa, konon panasnya mencapai 37 derajat celcius.

    Kubuka kancing hemku dan kutanggalkan hingga bagian atas tubuhku yang
    mulus terpampang dengan jelas sekali. Payudaraku tampak segar dan ranum
    dengan ujung puting susuku yang bersih berwarna merah muda sedikit
    kecoklatan. Rok miniku juga kutanggalkan.

    Kini tubuhku sudah hampir telanjang bulat, hanya tersisa CD yang
    kukenakan. Mata Mbak Tun tampak terkagum-kagum pada bentuk tubuhku yang
    ramping dan sexy, terlebih saat melihat bentuk CD-ku yang mini itu. Aku
    saat itu memakai G String berenda yang ukuran rendanya tak lebih dari
    seukuran satu jari melingkari pinggangku, selebihnya sepotong rendah yang
    tersambung di belakang pinggangku, turun ke bawah melewati belahan
    pantatku, melingkari selangkanganku hingga ke depan. Tepat di bagian
    vaginaku, terdapat secarik kain berbentuk hati kecil yang keberadaannya
    hanya mampu menutupi bagian depan liang vaginaku.

    Lalu aku tengkurap di tempat tidur dengan hanya memakan CD. Mbak Tun mulai
    memijat telapak kaki, mata kaki, betis, naik lagi ke pahaku. Awalnya aku
    biasa-biasa saja, pijatan tangannya juga terasa pas menurutku, tidak
    terlalu lemah dan juga tidak terlalu keras yang dapat menyebabkan terasa
    lebih sakit setelah dipijat. Menurutku, cara memijat Mbak Tun cukup baik.
    Setelah memijat kaki kanan, kini Mbak Tun berpindah memijat kaki kiriku,
    urutannya seperti tadi. Kini giliran pahaku bagian atas yang dipijat juga
    kedua belahan pantatku.

    "Mbak! CD-nya kok modelnya lucu ya?" tanya Mbak Tun lugu mengomentari
    bentuk CD-ku.
    "Emangnya kenapa Mbak Tun?" tanyaku padanya.
    "Oh enggak Mbak! Kalau dipakai kok seperti tidak pakai CD aja ya? Bokong
    (pantat) Mbak tetap kelihatan, dan bagian depannya, jembut (bulu kemaluan)
    Mbak juga kelihatan, Hii.. Hii.. Hii..! Kalau aku sih tidak berani pakai
    CD yang model begitu", oceh Mbak Tun masih mengomentari bentuk CD yang
    kupakai saat itu.

    Sambil mengngoceh dan bercerita, tangan Mbak Tun tetap memijat pahaku.
    Yang kini dapat giliran adalah pahaku bagian atas, tepatnya di daerah
    pangkal paha dan belahan pantatku. Aku sengaja tidak menjawab ocehannya
    karena aku ingin menikmati pijatannya. Sambil sedikit tiduran, mataku
    kupejamkan saat dipijat Mbak Tun.

    Letak kedua kakiku dibentangkan terpisah agak lebar sehingga posisi pahaku
    terbuka. Mbak Tun memijat bagian dalam pahaku yang bagian atas dekat
    selangkanganku hingga aku merasakan sedikit geli, tapi enak sekali. Selain
    pegalku di bagian kaki dan paha mulai sedikit berkurang, aku juga mulai
    merasakan horny, apa lagi saat jari-jari Mbak Tun memijat bagian pangkal
    pahaku. Jarinya sempat menyentuh gundukan vaginaku hingga rasanya ujung
    CD-ku mulai lembab. Untungnya Mbak Tun sudah mulai pindah posisi memijat
    punggungku, naik ke leher dan berakhir di kepalaku.

    Selesai memijat bagian belakang tubuhku, Mbak Tun mengambil body lotion
    dan dioleskannya ke kaki dan pahaku. Rasanya sedikit dingin saat mengenai
    kulitku. Kalau tadi memijat, kini Mbak Tun ganti mengurut tubuhku mulai
    dari telapak kaki, betis hingga pahaku. Kembali saat mulai mengurut pahaku
    bagian atas aku merasa geli, terlebih saat paha bagian dalamku yang diurut
    olehnya.

    "Mbak! CD-nya dilepas aja ya, toh percuma pakai CD cuma sepotong begitu,
    lagian kita kan sama-sama wanita dan tidak ada orang lain di kamar ini,
    soalnya nanti kena hand body nyucinya susah", pinta Mbak Tun padaku.

    Tanpa menjawab, kumiringkan sedikit tubuhku sambil sedikit membungkuk.
    Kubuka CD-ku dan kulepas dengan bantuan ujung kakiku. Kini aku telah
    telanjang bulat tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhku. Posisiku
    kembali tengkurap menunggu tangan Mbak Tun kembali mengurut tubuhku.

    Mbak Tun kembali ke tugasnya mengurut bagian bawah tubuhku yang sudah
    dilumuri body lotion tadi. Jarinya kembali bersarang di pangkal pahaku
    bagian dalam, sambil sekali-sekali mengurut kedua gundukan pantatku. Aku
    tidak hanya merasakan pegalku mulai berkurang, namun aku juga merasakan
    seperti ada suatu rangsangan tersendiri menyerang tubuhku bagian bawah.

    Mulutku menggigit bantal yang kupakai untuk menopang daguku saat tengkurap
    karena menahan rasa geli di selangkanganku, manakala jari tangan Mbak Tun
    menyentuh bibir vaginaku. Terkada sentuhannya masuk lebih dalam lagi
    hingga menyentuh celah belahan bibir vaginaku.

    Terus terang liang vaginaku mulai bawah hingga cairan bening tak
    terbendung mulai membasahi liang dan dinding dalam vaginaku. Saat mengurut
    gundukan pantatku, seakan dengan sengaja jari Mbak Tun disentuhkannya ke
    vaginaku kembali hingga ujung jarinya sempat menyenggol ujung klitorisku.

    Aku jadi tersiksa sekali karena menahan hasrat birahi yang timbul akibat
    sentuhan tangan dan jari Mbak Tun saat memijat dan mengurut bagian bawah
    tubuhku. Untungnya urutan Mbak Tun segera pindah ke punggungku, terus naik
    ke leher dan kembali berakhir di kepalaku.

    Kalau di bagian atas tubuhku, aku masih tidak merasakan suatu rangsangan
    seperti tadi. Namun rupanya setelah selesai memijat kepalaku, Mbak Tun
    kembali memijat dan mengurut kedua bongkahan pantatku, yang tentunya
    pangkal pahaku kembali menjadi sasarannya pula.

    Aku tak kuasa menolak, karena selain kupikir Mbak Tun toh juga seorang
    wanita, dan juga normal karena pernah bersuami walau sudah lama bercerai.
    Aku toh akhirnya juga menikmati semua sentuhan tidak disengaja maupun
    mungkin disengaja saat jari-jari tangannya mengusap bagian luar vaginaku.
    Sampai akhirnya aku benar-benar tidak tahan lagi.

    "Sudah! Cukup! Terima kasih ya Mbak", ujarku akhirnya.
    "Kok sudah toh Mbak?", Tanya Mbak Tun padaku.
    "Bagian depannya belum diurut lho! Ayo telentang Mbak, kuurut sebentar
    perutnya supaya ususnya tidak turun", tambah Mbak Tun dengan sedikit
    memerintah.

    Herannya aku menurut juga. Dan lalu aku pun telentang di hadapan Mbak Tun.
    Mbak Tun mulai kembali mengolesi body lotion ke bagian dada dan perutku.
    Mbak Tun langsung mengelus bagian atas dadaku dekat leher sedang jarinya
    mengurut ke bawah ke arah payudaraku. Kemudian area sekitar payudaraku
    juga diurut lembut mirip elusan. Aku yang sudah horny sejak tadi jadi
    lebih blingsatan lagi hingga akhirnya aku tidak tahan untuk tidah
    mengaduh.

    "Aduuh! Geli Mbak!" protesku, tapi Mbak Tun diam saja sambil terus
    mengurut pinggiran payudaraku.

    Kemudian perutku diurut dari setiap penjuru mengarah ke pusar. Kini
    giliran pahaku diurut oleh Mbak Tun. Cara mengurutnya naik ke atas menuju
    pangkal paha, letak kakiku dipisahkan agak lebar sehingga posisiku lebih
    terkangkang lagi. Mbak Tun terus mengurut pahaku. Saat mengurut bagian
    dalam pahaku, aku menggeliat tak karuan.

    Kemudian Mbak Tun mengurut mulai tepat di atas vagina menuju pusarku.
    Katanya ini adalah untuk menaikkan usus dalam perutku agar supaya tidak
    turun ke bawah. Aku diam saja tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun,
    terus terang pijatannya memang enak hingga pegal yang ada di tubuhku sedah
    tidak terasa lagi. Namun selain itu aku juga mendapatkan rangsangan
    seksual dari cara Mbak Tun mengurutku.

    "Sudah, sekarang yang terakhir" kata Mbak Tun sambil membuka lebar pahaku.


    Mbak Tun berpindah posisi duduknya. Kini dia berjongkok tepat di hadapan
    selangkanganku yang terkangkang lebar. Kedua tangannya secara bersamaan
    mengurut kedua pahaku, dari arah lutut menuju selangkangan hingga aku jadi
    menggeliat tidak karuan menahan geli.

    Kemudian kedua ibu jarinya mengurut-urut celah lipatan selangkangan dekat
    vaginaku dengan cara mengurutnya dari bawah ke atas terus berulang-ulang.
    Bibir vaginaku menjadi saling gesek karenanya hingga rangsangan dahsyat
    melanda bagian bawah tubuhku dan akhirnya aku tak kuasa lagi mengendalikan
    nafsu birahiku sendiri hingga tanpa perlu merasa malu lagi pada Mbak Tun,
    jariku kuarahkan ke klitorisku dan terus kugosok-gosokkan sambil
    mengangkat dan menggoyang-goyang pantatku.

    Aku akhirnya orgasme di hadapan Mbak Tun. Persetan kalau mau dia tertawa,
    bathinku. Namun ternyata Mbak Tun tetap cuek saja sampai aku selesai
    melepaskan orgasme. Lalu kubayar ongkos Mbak Tun memijatku dan kuminta dia
    untuk pulang sendiri.


    E N D

    0 komentar

  • Copyright © - Nisekoi - All Right Reserved

    Info Dewasa Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan